Dua Tahun Sepuluh Bulan di Wisma ITB Purnawarman

ITB memiliki sejumlah “rumah transit” yang tersebar di beberapa lokasi di Bandung. Lalu kenapa dinamai “rumah transit”? Karena rumah2 tsb diperuntukan bagi dosen2 muda yang baru menyelesaikan pendidikan di luar negeri dan memerlukan tempat tinggal sementara, jadilah ada kata “transit” di situ. Maksud ITB tentu saja baik, yaitu meringankan kerepotan dosen baru dalam hal mendapatkan tempat tinggal, ya walaupun untuk sementara saja sih. Maklum lah soalnya biasanya dosen2 junior ini belum kuat kalau baru pulang harus langsung membeli rumah seharga ratusan juta rupiah.. hehehe..

Saya kembali ke Indonesia tahun 2013 dan langsung mendaftar untuk mendapatkan rumah transit, mendaftarnya di Direktorat Sarana dan Prasarana (DitSP) yang saat itu berlokasi di gedung Campus Center Barat. Ternyata… demand jauh melebihi supply.. ada antrian yang panjaangg untuk bisa mendapatkan rumah transit.. ya mau bagaimana lagi saya pun harus menunggu..

Tampak depan, Wisma Purnawarman

Menunggu.. menunggu.. dan menunggu…

Penantian lamaaa pun akhirnya berakhir.. dua tahun kemudian (2015) saya dikontak oleh DitSP dan ditawari rumah transit yang berlokasi di jalan Purnawarman nomor 45. Saya dipersilahkan untuk survey lokasi dulu dan akan didampingi oleh orang DitSP. Dan saya pun survey, lokasinya ada di belakang hotel Holiday Inn Dago, dan dekat sekali dengan mall BIP dan BEC! Pokoknya lokasinya top bgt luar biasa strategis dah!

Unit saya yang lantai 2 paling pojok itu.

Hmm.. sebenarnya itu bukan “rumah” juga sih, jadi di lokasi tsb ada 3 rumah di bagian depan, yang katanya ditempati oleh 3 dosen senior ITB dan keluarganya. Dan di bagian belakang ada gedung 2 lantai (semacam flat lah kalau di luar negeri) yang terdiri dari 8 unit. Jadi daripada “rumah”, saya lebih suka menyebutnya “wisma”, Wisma Purnawarman. Bagian dalam gedungnya katanya baru saja selesai di-renov, ganti lantai dan cat ulang, sehingga terlihat baru dan bersih.

Tanpa lama2 berfikir, saya pun langsung deal oke dgn rumah transit tsb. Awalnya saya ditawari unit di lantai 1, tp setelah nego akhirnya saya bisa mendapat unit di lantai 2, di unit pojok paling jauh dari tangga. Kebetulan sebelumnya unit tsb ditempati oleh senior saya yg dosen Fisika juga, teh Fatimah.

Akses tangga ke lantai 2 ada di ujung sana.

Saya menandatangani kontrak dengan DitSP ITB untuk menggunakan wisma tsb selama 2 tahun, terhitung sejak Juni 2015 sampai Mei 2017, dengan biaya perawatan hanya Rp. 300 ribu/bulan saja, murah bgt dah! Waktu saya pertama datang, hanya ada 2 unit yg sudah ditempati, di lantai 1 ada Mas Angga (Dosen SITH), dan tepat di sebelah unit saya di lantai 2 ada Mas Chandra (Dosen FSRD).

Unitnya dalam kondisi benar2 kosong blong tidak ada apapun juga, untungnya seluruh lampu2 sudah terpasang. Layout unitnya agak unik sih, terdiri dari 2 lantai. Di bawah berlantai keramik, dan di atas berlantai kayu. Ada dapurnya, kamar mandi, tapi tidak ada kamarnya. Jadi di lantai atas ya ngeblong gitu saja tanpa ada pintu. Luas bagian bawah adalah 5×8 = 40 m2, dan luas bagian atas adalah 5×4 = 20 m2, jadi luas totalnya 60 m2, lumayan luas juga sih.

Koridor menuju pintu masuk di lantai 2.

Hal pertama yang saya lakukan saat persiapan pindah ke wisma adalah mengisi wisma dgn barang2 keperluan hidup, jadilah saya mulai mencari2 tempat tidur, kulkas, mesin cuci, TV, karpet, kompor, dll dll.. Saya cicil beberapa minggu sih untuk membeli barang2 tsb. Sekitar bulan Agustus 2015 saya akhirnya full tinggal di wisma. Seluruh 8 unit di wisma pun akhirnya ditempati semua.

Di lantai 1 (urut dari unit dekat tangga):

  • Mba Finny (Dosen Matematika FMIPA)
  • Mas Angga (Dosen SITH)
  • Nina (Dosen Fisika FMIPA)
  • Mas Hilal (Dosen Planologi SAPPK)

Di lantai 2 (urut dari unit dekat tangga):

  • Mas Yusuf (Dosen SITH)
  • Mba Lenny (Ga tau dosen apa, ga pernah ngobrol)
  • Mas Chandra (Dosen FSRD)
  • Saya
Bagian dalam wisma, ada lantai bawah dan lantai atas.

Lalu apakah saya betah tinggal di wisma? Wah betah bgt dah! Hahaha… Yang paling asyik adalah lokasinya yg deket bgt dgn kampus ITB, kalau pake motor palingan 5 menit juga udh sampe, jadinya ga banyak waktu dan tenaga terbuang sia2 di jalan. Cari makanan juga ga susah2 amat sih, kalau pagi-siang di depan ada beberapa tukang makanan (bubur ayam, soto, lontong kari, gorengan, baso tahu, dll). Kalau malam tinggal jalan ke arah UNISBA, ada nasi uduk, nasi goreng, martabak, sate padang, baso malang, roti bakar, dll. Atau bahkan tinggal ke BIP atau BEC aja jalan kaki, food court nya lumayan asyik jg kok. Oh iya, di belokan BEC ada warung bakso yg enak bgt, dan di belokan UNISBA ada nasi uduk yg enak bgt, harganya sama2 sekitar 20rb aja. Yang saya suka lagi adalah lokasinya cenderung tenang, tidak bising, mungkin juga karena jalan di depan relatif sepi.

Kongkow with friends…

Dua tahun kemudian saya minta perpanjangan tinggal, akhirnya saya menempati wisma tsb sampai Maret 2018, atau total selama 2 tahun 10 bulan. Tanggal 1 April 2018 saya kembalikan kunci unit saya ke kantor DitSP (Ibu Dini). Saya haturkan terimakasih banyak kepada Direktur DitSP, pak Wahyu Srigutomo, yang kebetulan dosen Fisika FMIPA juga.

Dan saat ini saya sudah tinggal di “tempat yang baru”.

One thought on “Dua Tahun Sepuluh Bulan di Wisma ITB Purnawarman

  1. Bagus banget wismanya, kalau di UNiLA ada juga rumah untuk dosen junior tapi sulit mendapatkannya karena kalau sudah tinggal di sana susah diusirnya 😂

Leave a reply to yanti Cancel reply